Selamat datang di Pusat Unduhan GKPI Jemaat Khusus Air Bersih. Sila pilih unduh untuk mendapatkan file
| No | Nama | Deskripsi | Tanggal | File | Bagikan | 
|---|---|---|---|---|---|
| 1 | Tuhan Masih Mendengar | Khotbah ini menyoroti kenyataan dunia modern yang penuh kebisingan, di mana banyak suara berserakan tetapi sedikit yang benar-benar didengar, sehingga manusia sering merasa kehilangan keintiman dan ruang untuk didengarkan—oleh sesama maupun oleh Tuhan. Dengan merujuk pada Nehemia 1:1–11, dijelaskan bagaimana Nehemia menghadapi kabar kehancuran Yerusalem dengan doa yang tulus, pengakuan dosa, pengingat janji Allah, dan permohonan keberanian untuk bertindak, menekankan hubungan antara doa dan tindakan sebagai alat pemulihan. Perspektif filosofis Heidegger dan pandangan Agustinus menegaskan pentingnya keterbukaan hati untuk mendengar dan bertindak, sementara contoh Bonhoeffer menyoroti kekuatan doa di tengah tantangan dunia. Khotbah ini mengajak umat untuk meneladani Nehemia: berani menangis, berani berdoa, dan membangun kembali tembok kasih, menunjukkan bahwa Tuhan tetap menjadi Pendengar sejati yang menyalakan kekuatan untuk memulihkan dunia yang kehilangan suara kasih. | 31 Oct 2025 | 📥 Unduh |  | 
| 2 | Ziarah Menuju Hadirat Allah | Mazmur 84:1–7 merupakan nyanyian ziarah yang lahir dari kerinduan umat Israel akan hadirat Allah di Bait-Nya, yang melampaui batas ruang dan waktu. Meskipun terdapat perbedaan susunan ayat antara versi Bahasa Indonesia, Batak, dan teks Ibrani maupun Septuaginta, maknanya tetap utuh sebagai ungkapan cinta mendalam kepada Allah yang hadir di tengah umat. Mazmur ini menampilkan dua dinamika rohani utama: pertama, kerinduan hati untuk berdiam di rumah Tuhan yang menandakan relasi intim dengan Sang Pencipta; dan kedua, perjalanan iman yang menemukan kekuatan baru di tengah “lembah air mata.” Melalui studi kata mishkanot (kemah kediaman Allah), ‘oz (kekuatan), dan mesillōt (jalan ziarah), tampak bahwa kehidupan iman digambarkan sebagai proses pertumbuhan dari kerinduan menuju pembaruan, dari kelemahan menuju kekuatan. Secara teologis, Mazmur 84 mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada tempat ibadah secara fisik, melainkan pada perjumpaan batin dengan Allah yang menjadikan hati manusia sebagai rumah-Nya. Dengan demikian, setiap peziarah rohani dipanggil untuk menjadikan seluruh perjalanan hidupnya sebagai ziarah menuju hadirat Allah yang memberi damai, kekuatan, dan sukacita sejati. | 24 Oct 2025 | 📥 Unduh |  | 
| 3 | Ucapan Sebagai Tanda Iman | Tulisan ini menyoroti relevansi ajaran Yakobus 3:2–10 dalam konteks komunikasi remaja masa kini yang hidup di tengah budaya digital dan ekspresi instan. Yakobus menegaskan bahwa lidah—atau logos—memiliki kuasa besar untuk membangun maupun merusak, sehingga penguasaan terhadap ucapan menjadi bentuk kedewasaan iman dan moral. Melalui pendekatan teologis dan filsafat tutur (speech act theory), logos dipahami bukan sekadar kata, melainkan tindakan performatif yang mencerminkan integritas batin dan tanggung jawab spiritual. Dalam terang Kristus, ucapan menjadi wujud nyata kasih dan sarana pertumbuhan relasi, di mana setiap kata yang diucapkan atau ditulis adalah tindakan iman yang membentuk realitas moral. Bagi remaja Kristen, pengendalian terhadap ucapan—baik lisan maupun digital—merupakan latihan rohani yang meneguhkan identitas sebagai pengikut Kristus. Dari hati yang dikuasai kasih Allah mengalir logos yang menghidupkan, menumbuhkan, dan menyembuhkan dunia. | 24 Oct 2025 | 📥 Unduh |  | 
| 4 | Kerangka Khotbah 2 Timotius 3:10–17 | Renungan ini menyoroti 2 Timotius 3:10–17 sebagai kesatuan antara penderitaan dan firman yang memperlengkapi manusia Allah untuk setiap perbuatan baik. Paulus, yang menulis dari penjara, mengenang penganiayaan di Antiokhia, Ikonium, dan Listra (ayat 11) sebagai pengalaman yang menempanya dalam kesetiaan dan kasih. Ia menunjukkan bahwa penderitaan bukan musuh iman, melainkan ruang pembentukan rohani tempat kasih menjadi nyata. Namun penderitaan tanpa firman hanya melahirkan kepahitan, sebab Kitab Suci yang “diilhamkan Allah” (ayat 16) — theopneustos, napas ilahi — memberi arah, menegur, dan mendidik agar luka berubah menjadi kasih yang bekerja. Dalam pertemuan antara penganiayaan dan sabda, manusia Allah diperlengkapi (ayat 17), bukan untuk bertahan pasif, tetapi untuk berbuat baik dengan kasih yang murni. Seperti ditegaskan Basil dari Kaisarea, “Firman membentuk pikiran, penderitaan membentuk hati; dan keduanya membuat manusia sempurna dalam kasih.” Di sanalah iman yang sejati bertumbuh — bukan dari kenyamanan, melainkan dari kesetiaan yang diuji dan firman yang dihidupi. | 23 Oct 2025 | 📥 Unduh |  | 
| 5 | Kerangka Khotbah: Daya Tahan Melalui Perjumpaan De | 🌿 Abstrak Khotbah ini menyoroti makna doa sebagai pengalaman eksistensial yang menumbuhkan daya tahan iman di tengah kepahitan dunia, berdasarkan Lukas 18:1–8. Melalui pendekatan fenomenologis, doa dipahami bukan sekadar permohonan, tetapi perjumpaan yang mengubah batin manusia. Dalam doa, manusia belajar melakukan kenosis batin — menanggalkan keinginan mengendalikan Allah, dan menyerahkan diri pada kasih-Nya yang misterius. Doa yang sejati bukan pelarian dari dunia, melainkan sumber kekuatan untuk kembali ke dunia dengan iman yang diperbarui dan kasih yang hidup. | 21 Oct 2025 | 📥 Unduh |  | 
| 6 | Mengerjakan Interkarnasi Injil | Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital namun terpisah secara relasional, gereja dipanggil menjadi ruang perjumpaan yang menyembuhkan. Fenomena segregasi sosial dan rohani sering membuat kedekatan menjadi ilusi dan perbedaan menjadi ancaman. Dalam konteks inilah Roma 1:8–15 menyingkap wajah Injil yang sejati: daya interkarnatif yang menjumpai dan menyatukan. Paulus, yang menulis kepada jemaat Roma tanpa pernah bertemu mereka, menghadirkan Injil bukan sebagai proyek konversi, melainkan perjumpaan yang memanusiakan—kasih yang melintasi batas Yahudi dan Yunani, iman dan rasionalitas, yang kaya dan sederhana. Menjelang SAP GKPI 2025, pesan ini mengingatkan bahwa pemilihan gerejawi bukanlah arena pertarungan kepentingan, melainkan panggilan untuk menghidupi interkarnasi Injil—kasih yang hadir di antara tubuh-tubuh yang berbeda. Gereja yang hidup dalam semangat ini tidak bertanya siapa yang menang, tetapi bagaimana Kristus hadir di antara kita. Di sanalah tubuh Kristus menjadi utuh: saling menanggung, saling menghormati, dan bersama menjembatani luka menjadi persekutuan kasih. | 12 Oct 2025 | 📥 Unduh |  | 
| 7 | Nyanyian di Malam Hari | Renungan ini menyoroti makna nyanyian dalam kehidupan iman dengan berfokus pada Kisah Para Rasul 16:25–26, ketika Paulus dan Silas bernyanyi di tengah penjara. Sejak Perjanjian Lama hingga sejarah gereja, nyanyian selalu menjadi jantung peribadahan umat Allah, bukan sekadar ekspresi pribadi melainkan juga sarana membangun persekutuan. Tokoh-tokoh seperti Agustinus, Martin Luther, dan Dietrich Bonhoeffer menegaskan dimensi rohani, teologis, dan komunal dari nyanyian. Melalui peristiwa di penjara, nyanyian iman terbukti menghadirkan kuasa Allah yang membebaskan. Paduan suara kemudian dipakai sebagai cermin gereja: polifoni menyingkapkan keindahan keragaman yang menghasilkan harmoni, sedangkan keterhubungan menunjukkan bahwa setiap suara saling menopang, sebagaimana jemaat dipanggil untuk hidup dalam persekutuan. Renungan ini menegaskan bahwa gereja yang bernyanyi dalam iman adalah gereja yang meruntuhkan belenggu pemisahan, membangun harmoni di tengah perbedaan, serta menghadirkan kebebasan sejati dalam Kristus. | 27 Sep 2025 | 📥 Unduh |  | 
| 8 | Ibadah HUT Ke-23 PS Hermeusis GKPI Air Bersih | Kisah Para Rasul 16:25 menggambarkan Paulus dan Silas yang tetap berdoa dan menyanyikan pujian kepada Allah meski berada dalam penjara. Nyanyian mereka bukan sekadar ungkapan emosi, tetapi sebuah pernyataan iman yang melampaui penderitaan. Dari ayat ini kita belajar bahwa bernyanyi bagi Tuhan bukan hanya dilakukan ketika hidup berjalan baik, melainkan juga di tengah kesulitan dan penderitaan. Nyanyian menjadi kekuatan rohani yang menguatkan diri sendiri, menjadi kesaksian bagi orang lain, dan membuka ruang bagi kuasa Allah bekerja. Dengan demikian, bernyanyi bukan hanya aktivitas liturgis, tetapi juga tindakan iman yang mengubah suasana hati, meneguhkan pengharapan, dan menghadirkan kesaksian hidup yang nyata bagi dunia. | 27 Sep 2025 | 📥 Unduh |  | 
| 9 | Materi Bina Nikah_Pertemuan 1 | Pernikahan dalam perspektif Kristen dipahami bukan sekadar ikatan lahiriah, melainkan perjanjian suci yang memiliki dimensi hukum dan teologis. Dalam ranah hukum negara, perkawinan diatur melalui Undang-Undang Perkawinan sebagai ikatan resmi antara seorang pria dan wanita dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Perjanjian ini menuntut kesepakatan, kesetaraan hak dan kewajiban, serta perlindungan hukum. Sementara itu, Alkitab menempatkan pernikahan sebagai perjanjian kudus (covenant), di mana Allah menjadi saksi sekaligus dasar kesetiaan pasangan. Pernikahan tidak hanya kontrak sosial, tetapi gambaran relasi kasih Allah dengan umat-Nya, sebagaimana Kristus mengasihi jemaat-Nya. Karena itu, ikatan pernikahan memiliki sifat yang sakral, permanen, dan tidak dapat dibatalkan sembarangan. Dengan demikian, pernikahan Kristen berdiri di atas dua fondasi: pengesahan hukum negara dan pengudusan oleh Allah. Keduanya menuntun pasangan untuk hidup dalam kasih, kesetiaan, dan tanggung jawab, sehingga pernikahan bukan hanya kontrak hidup bersama, melainkan perjalanan perjanjian kasih seumur hidup. | 27 Sep 2025 | 📥 Unduh |  | 
| 10 | Tahta Tanpa Hati: Ketika Kekuasaan Menindas | Tulisan ini menelaah Yeremia 22:13-19 sebagai refleksi etika politik dan kepemimpinan dari perspektif Alkitab. Melalui kritik Nabi Yeremia terhadap Raja Yoyakim, terlihat bagaimana kekuasaan yang disalahgunakan—membangun kemegahan pribadi atas penderitaan rakyat—mengundang kehancuran dan kehinaan. Kontras dengan Yosia, ayah Yoyakim, yang dikenal adil dan membela yang lemah, teks ini menegaskan bahwa pengakuan iman dan legitimasi kepemimpinan di mata Allah tercermin melalui tindakan nyata: keadilan, belas kasih, dan keberpihakan kepada yang rentan. Tulisan ini juga menekankan bahwa setiap individu, baik pemimpin maupun warga biasa, dipanggil untuk menegakkan keadilan dan kasih dalam kehidupan sehari-hari. Relasi dengan Allah dan sesama harus berjalan selaras, sehingga iman tidak hanya menjadi simbol, tetapi diwujudkan dalam perbuatan yang memulihkan dan menguatkan komunitas. | 26 Sep 2025 | 📥 Unduh |  | 
| 11 | Bahan Sermon 22 Agustus 2025 | Surat 1 Tesalonika 5:12–24 memuat nasihat pastoral Rasul Paulus yang meneguhkan jemaat muda Tesalonika untuk hidup dalam kesatuan, kedewasaan rohani, dan keyakinan pada kesetiaan Allah di tengah tekanan. Paulus menegaskan pentingnya menghormati pemimpin rohani yang memimpin dengan kasih, membangun budaya saling menopang melalui teguran dan dukungan yang memulihkan, serta menampilkan kesabaran dan kebaikan sebagai kesaksian di dunia yang penuh kebencian. Hidup rohani harus terus dipelihara dengan sukacita, doa yang tak henti, syukur dalam segala hal, kepekaan terhadap Roh Kudus, dan penilaian rohani yang matang agar jemaat mampu menjauhi segala kejahatan. Sebagai penutup, Paulus menegaskan bahwa pengudusan total—roh, jiwa, dan tubuh—adalah karya Allah sendiri, sehingga orang percaya dipanggil berjalan bukan dengan ketakutan, melainkan dengan keyakinan bahwa Allah setia dan pasti menyempurnakan karya-Nya hingga kedatangan Kristus. | 22 Aug 2025 | 📥 Unduh |  | 
| 12 | Bahan Sermon Penatua 15 Agustus 2025 | Yeremia 34:12–16 menegaskan bahwa kemerdekaan sejati berakar pada Allah Pembebas dan ketaatan umat harus lahir dari relasi perjanjian, bukan dari tekanan eksternal atau rasa takut. Bangsa Yehuda pernah membebaskan hamba-hamba Ibrani saat terdesak oleh pengepungan Babel, tetapi segera mengingkari janji itu ketika ancaman mereda—tindakan yang disebut Tuhan sebagai “menajiskan nama-Ku,” karena mengingkari hukum pembebasan berarti menolak karakter Allah sendiri. Hukum Taurat dan tradisi Yubileum menunjukkan bahwa kebebasan, tanah, dan hidup adalah milik Allah, dan umat dipanggil untuk mencerminkan sifat-Nya melalui keadilan dan kesetiaan. Pelanggaran Yehuda bukan sekadar dosa sosial terhadap sesama, tetapi juga pengkhianatan terhadap Allah sebagai Pemilik dan Pembebas sejati. Teks ini menantang gereja masa kini untuk menghormati setiap janji di hadapan Tuhan, mempraktikkan keadilan sosial, dan hidup sebagai umat merdeka yang memancarkan kasih dan kesetiaan Allah. | 15 Aug 2025 | 📥 Unduh |  | 
| 13 | Bahan Sermon 1 Agustus 2025 | Kitab Pengkhotbah adalah refleksi jujur seorang realis rohani tentang kefanaan hidup tanpa arah kepada Allah. Istilah hebel dan gambaran "menjaring angin" menyoroti betapa kosongnya hidup yang terputus dari relasi dengan Sang Pencipta. Qohelet menantang kita untuk memeriksa apakah hidup ini sungguh berpusat pada Tuhan atau hanya berputar dalam rutinitas tanpa makna. Ia menegaskan bahwa inti hidup adalah takut akan Allah dan taat pada perintah-Nya. Hanya dalam relasi dengan Allah, hidup yang fana memperoleh makna dan pengharapan sejati. | 01 Aug 2025 | 📥 Unduh |  | 
| 14 | Tata Ibadah HUT GKPI Air Bersih Ke-60 | Hari ini kita bersyukur atas penyertaan Allah yang telah menuntun GKPI Air Bersih selama enam puluh tahun. Gereja ini telah menjadi rumah iman, tempat penguatan, pengharapan, dan perjumpaan kasih yang nyata. Perayaan ini bukan sekadar mengenang masa lalu, tetapi menegaskan kembali panggilan kita sebagai umat yang melayani. Kiranya ibadah ini memperbarui semangat kita untuk menjadi gereja yang hidup, bersinar di tengah dunia. | 18 Jul 2025 | 📥 Unduh |  | 
| 15 | Dari Liturgi Menuju Kehidupan yang Benar | Materi ini membahas bagaimana liturgi dalam Amos 8 menjadi teguran keras terhadap ibadah yang tidak mengubah kehidupan umat. Meskipun ibadah tetap dijalankan, ketidakadilan sosial dan kemunafikan membuat Tuhan menolak pertemuan-pertemuan ibadah mereka. Liturgi sejati seharusnya membentuk karakter, menumbuhkan kejujuran, kasih, dan kepedulian terhadap sesama. Bila ibadah hanya menjadi rutinitas tanpa pertobatan, maka yang tertinggal hanyalah kebisingan tanpa suara Tuhan. | 18 Jul 2025 | 📥 Unduh |  |