Tuhan, Masihkah Engkau Mendengar?
(Mazmur 77:3)
đź“… 21 Jul 2025
✍️ Pdt. Dr. Irvan Hutasoit
Ada saat-saat ketika kita mencoba mengingat kebaikan Tuhan, tetapi yang muncul justru rasa sakit. Kita menyebut nama-Nya, tetapi air mata tak juga berhenti. Kita merenung di pagi buta atau dalam malam yang sepi, namun semangat terasa semakin rapuh. Pemazmur dalam Mazmur 77 tidak menyembunyikan kejujurannya. Ia berkata, “Aku ingat Allah, lalu aku mengerang.” Sebuah pengakuan yang dalam—bahwa bahkan ketika mengingat Tuhan, tidak selalu membawa kelegaan secara langsung.
Mungkin ini juga yang sedang dirasakan sebagian kita hari ini. Doa-doa sudah dilayangkan, nyanyian sudah dinyanyikan, pelayanan tetap dilakukan, tetapi hati tetap lelah. Kita bertanya, “Tuhan, di mana Engkau saat aku membutuhkan-Mu?” Pertanyaan itu bukan tanda lemahnya iman, melainkan tanda kedekatan yang begitu dalam, sehingga kita merasa kehilangan saat Dia terasa jauh.
Tapi perhatikan baik-baik: Mazmur 77 tidak berhenti di ayat ketiga. Justru dari merenung dan mengerang itu, lahirlah kerinduan yang tulus, lahirlah doa yang jujur, dan akhirnya lahirlah pengakuan iman yang kuat di ayat-ayat selanjutnya. Artinya, Tuhan tidak tersinggung oleh keluhan kita. Ia tidak menjauh karena tangisan kita. Justru di sanalah, Ia datang perlahan—tidak selalu dengan kilat dan petir, tetapi dengan kesetiaan yang tenang, yang memeluk kita dalam diam.
Tuhan tidak marah saat kita jujur. Ia mendengar keluh kita seperti seorang ibu mendengar anaknya menggumam dalam tangis. Dan seperti hujan yang tidak langsung turun ketika langit mendung, demikian juga Tuhan—kadang menunggu waktu yang paling tepat untuk menjawab, menyentuh, dan memulihkan. Oleh karena itu, jangan takut jujur kepada Tuhan. Bahkan ketika iman terasa lemah, ingatan akan Allah bisa menjadi benih pengharapan. Dalam mengerang sekalipun, kita sedang berdoa. Dan dalam doa yang hening, Tuhan mendekat—lebih dekat dari yang kita kira.
📤 Bagikan via WhatsApp
⬅ Kembali ke Daftar Renungan
Belum ada komentar untuk renungan ini.