Lepaskan Kekhawatiranmu dengan Doa dan Syukur

(Filipi 4:6)
πŸ“… 13 Aug 2025
✍️ Pdt. Dr. Irvan Hutasoit
Seringkali, tanpa kita sadari, kekhawatiran datang menyelinap seperti kabut tipis di pagi hari, mengaburkan pandangan, membuat langkah berat, dan membelit napas. Ia bukan hanya soal pikiran yang gelisah, tetapi sesuatu yang menekan jiwa, seolah-olah kita sedang berlayar di tengah samudra luas yang tidak bertepi, dengan ombak yang terus menghantam tanpa henti. Dalam kegaduhan hati itu, kita mudah kehilangan arah dan merasa sendiri.

Namun, di tengah badai batin, ada suara lembut Firman yang mengajak kita berhenti, "Janganlah hendaknya kamu kuatir." Kata itu bukan sekadar larangan keras, melainkan undangan lembut untuk mengalihkan fokus dari kecemasan yang menjerat, beralih kepada hadirat Allah yang setia dan mengasihi. Bukankah indah, bahwa bukan beban kita yang menentukan arah hidup, melainkan kehadiran-Nya yang memegang kendali? Kekhawatiran bukanlah sebuah beban yang harus kita tanggung sendiri; ia dapat kita letakkan perlahan di tangan Tuhan yang terbuka.

Doa adalah jembatan yang menghubungkan hati kita dengan Allah. Doa bukan untuk mengubah rencana Allah sesuai kehendak kita, melainkan untuk mengubah hati kita sendiri, seperti kata Soren Kierkegaard, "Doa bukanlah untuk mengubah Allah tetapi mengubah hati kita". Melalui doa, kita menggeser pandangan dari kegelisahan menuju damai Allah, karena dalam segala situasi, Dia berkenan berjumpa dengan kita. Di sanalah letak kekuatan doa: bukan hanya sebagai pengucapan kebutuhan, tetapi sebagai proses meresapi kehadiran-Nya yang menenangkan.

Lebih dari itu, doa yang diiringi ucapan syukur adalah pengingat bagi jiwa kita bahwa, meski badai tetap ada, ada alasan untuk bersyukur: Dia yang setia menemani dan memegang kendali. Syukur menuntun kita melihat bukan hanya gelombang yang menghempas, tetapi juga pelabuhan damai yang menanti di ujung perjalanan. Ketenangan sejati bukan berarti badai berhenti menggulung, tetapi kita belajar berlayar dengan iman, dengan keyakinan bahwa Allah ada di tengah gelombang. Dengan kata lain, ketenangan sejati bukan dari menghilangkan badai, tetapi dari belajar berlayar di tengah badai dengan iman.

Ketika kita berani menyerahkan semua pergumulan dengan hati yang bersyukur, damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal akan memeluk hati dan pikiran kita. Damai itu bukan sekadar ketiadaan masalah, melainkan kehadiran Tuhan yang menenangkan, menghapus rasa takut dan kecemasan yang selama ini mengikat. Syukur membuka pintu hati untuk menerima damai yang tidak bisa digantikan oleh apapun di dunia ini. Rasa syukur akan membuka hati kita untuk menerima damai sejahtera Allah yang tidak tergantikan oleh apapun.

Hari ini, biarlah firman ini menjadi penghiburan dan kekuatan: Allah memanggul bebanmu dan mengarahkan langkahmu dengan kasih yang tak berkesudahan. Dalam doa dan ucapan syukur, kau tidak sendiri, karena damai sejahtera-Nya mengisi hatimu dan menjaga hidupmu dalam setiap keadaan.
Komentar & Jawaban (maksimal 10 komentar):
Satriani (Jemaat) 13 Aug 2025 06:05

Sy TDK memiliki pertanyaan amang, tp yg mau sy sampaikan terimakasih atas renungan pagi ini..tepat saat ini rasa kwatir ditengah ekonomi yg sulit sangat susah utk tdk khawatir tapi renungan ini mengingatkn diri yg sedang terombang ambing agar sllu berharap akan kasihNya, terimakasih amang atas sapaan Firman pagi ini..doakan kami sebagian dari warga jemaat amang yg sedang bergumul dgn berbagai pergumulan agar kami tetap kuat melewati badai kehidupan iniπŸ™πŸ™..GBU

Jawaban Admin: Terima kasih. Kiranya renungan ini menjadi cara untuk membangun pertumbuhan iman bagi semua jemaat Tuhan

Jika anda punya pertanyaan terkait renungan ini, sila ajukan dengan mengisir form di bawah ini. Segera akan kami respons.

Nomor HP tidak ditampilkan ke publik
πŸ“€ Bagikan via WhatsApp β¬… Kembali ke Daftar Renungan