Bapa Kami: Relasi yang Membuat Kita Tumbuh, Bukan Tampil
    Nas: Matius 18:22-33 | Ibadah Sektor
    đď¸ Tanggal: 29 Jul 2025
    đ¤ Penulis: Pdt. Dr. Irvan Hutasoit
    
    
      Dalam Matius 6:9â13, Yesus mengajarkan sebuah doa yang melampaui sekadar susunan kata atau permohonan. Ia menolak cara berdoa yang mekanis dan tanpa kesadaran relasi dengan Allah, seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang mengandalkan banyak kata (ay. 7â8). Doa, dalam pengajaran Yesus, bukanlah sarana magis untuk mendapatkan sesuatu dari Allah, melainkan jalan masuk dalam persekutuan yang hidup dengan Dia. Doa adalah bahasa dari relasi, bukan formula transaksi.
Kalimat pembuka âBapa kami yang di surgaâ menjadi fondasi utama dari seluruh doa ini. Kata âBapaâ adalah ungkapan relasi yang sangat intim. Ini bukan sapaan formal kepada Allah yang jauh, tetapi pengakuan akan kedekatan dan kasih-Nya yang bersifat parental. Dalam budaya Yesus, menyebut Allah sebagai Bapa merupakan hal yang sangat radikal, sebab itu menandakan bahwa umat dapat menjalin hubungan yang akrab, penuh kasih, dan saling mempercayai dengan Sang Pencipta. Namun, relasi ini tidak bersifat individualistis. Kata âkamiâ menekankan bahwa doa ini adalah doa komunitas umat, sebuah ikatan spiritual yang menyatukan manusia di hadapan Allah. Sementara itu, frasa âyang di surgaâ menggarisbawahi keagungan dan transendensi AllahâIa tidak terkurung dalam ruang waktu manusia, tetapi juga tidak jauh dan asing.
Kedalaman relasi dengan Allah juga terlihat dalam permohonan agar Kerajaan-Nya datang dan kehendak-Nya terjadi di bumi seperti di surga (ay. 10). Ini adalah doa yang mengekspresikan kerinduan agar Allah tidak hanya memerintah di tempat tinggi yang kudus, tetapi juga menghadirkan damai-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari. Allah tidak hanya di surga; Dia terlibat dalam urusan dunia: keadilan sosial, kehidupan rumah tangga, dan dunia kerja. Demikian pula permohonan untuk âmakanan kami yang secukupnyaâ (ay. 11) memperlihatkan bahwa relasi itu tidak hanya berkisar pada hal-hal spiritual atau surgawi. Allah peduli pada hal yang konkret dan praktis. Ia adalah Allah yang hadir di dapur, di ladang, di pasarâyang memberi makan dan mencukupi kebutuhan umat-Nya setiap hari.
Sementara itu, ayat 12 memperlihatkan dimensi terdalam dari karakter Allah sebagai Bapa: Ia adalah Bapa yang memulihkan relasi yang rusak. Doa memohon pengampunan tidak hanya menggambarkan posisi kita sebagai manusia yang berdosa, tetapi juga memperlihatkan bahwa Allah adalah Pribadi yang bersedia berekonsiliasi. Pengampunan ini tidak bersifat satu arah; ia membawa dampak pada relasi horizontal: "seperti kami juga mengampuni." Dengan kata lain, relasi dengan Allah tidak bisa dilepaskan dari relasi kita dengan sesama. Allah yang kita doakan bukan hanya Allah yang Mahakudus, tetapi juga Allah yang merendahkan diri untuk menjalin kembali kasih dengan manusia yang gagal.
Doa Bapa Kami dengan demikian bukan sekadar litani yang diucapkan, melainkan jalan hidup. Ia bukan alat untuk memaksa kehendak Allah, tetapi saluran untuk menyelaraskan hidup kita dengan kehendak-Nya. Dalam doa ini, umat diajak mengenal Allah secara pribadi, mengalami hadirat-Nya dalam realitas keseharian, dan menjadi agen pembawa damai serta pengampunan di tengah dunia yang penuh luka. Doa ini memperlihatkan bahwa yang terutama bukanlah seberapa banyak kata yang diucapkan, melainkan seberapa dalam relasi yang terjalin. Di hadapan Bapa yang di surga, kita bukan sekadar peminta, tetapi anak-anak yang dicintai dan dipanggil untuk hidup dalam keintiman, pengharapan, dan pembaruan kasih setiap hari.
Dalam kehidupan jemaat masa kini, banyak orang bergumul dengan rasa jauh dari Allah. Ada yang merasa doanya tak pernah dijawab, ada pula yang telah kehilangan kata-kata dalam berdoa. Di sinilah kekuatan Doa Bapa Kami menjadi penghiburan yang mendalam. Doa ini tidak mengharuskan kita mengerti segala sesuatu tentang Allah sebelum kita bisa berelasi dengan-Nya. Cukuplah kita datang sebagai anak yang percaya bahwa Bapa mendengar, memahami, dan menyertai. Dalam kelemahan, dalam kebingungan, bahkan dalam keheningan, kita tetap berada dalam pelukan-Nya. Doa ini mengajarkan bahwa dalam setiap musim kehidupanâentah musim berlimpah atau musim kehilanganârelasi dengan Bapa tidak pernah berhenti. Ia tetap menyebut kita anak-anak-Nya, bahkan ketika kita sendiri meragukan siapa diri kita.
Lebih dari itu, Doa Bapa Kami memberikan ruang bagi gereja untuk menjadi komunitas yang menghidupi kasih Bapa itu secara nyata. Ketika kita bersama-sama berdoa, "Berikanlah kami makananâŚ", kita diingatkan bahwa kepekaan terhadap sesama adalah bagian dari iman. Ketika kita memohon pengampunan dan mengampuni, kita sedang melatih hati untuk tidak membalas luka dengan dendam, tetapi dengan pengertian dan pemulihan. Di sinilah panggilan pastoral gereja menjadi nyataâmenjadi tempat di mana orang dapat belajar kembali mengandalkan Allah, memulihkan relasi yang rusak, dan menemukan kedamaian dalam komunitas yang saling mendoakan. Doa ini bukan hanya doa liturgis, tetapi roh hidup yang membentuk cara kita merawat satu sama lain dalam terang kasih Bapa di surga.    
    
  đ¤ Bagikan via WhatsApp
    â Kembali ke Daftar Khotbah