Logo GKPI

Tuhan Melihat Hati

Nas: 1 Samuel 16:7-13 | Ibadah Kategorial
🗓️ Tanggal: 23 Jul 2025
👤 Penulis: Pdt. Dr. Irvan Hutasoit

Di usia senja, ketika langkah mulai perlahan dan ingatan sering kembali ke masa lampau, kita sering bertanya: apakah kita masih berarti? Apakah Tuhan masih memandang kita dengan kasih seperti dahulu? Kisah pemilihan Daud dalam 1 Samuel 16:7–13 memberi kita jawaban yang lembut namun tegas: Tuhan tidak pernah menilai seperti manusia menilai. Di mata manusia, kita dilihat dari apa yang tampak: kekuatan, peran, penampilan, suara yang lantang. Tetapi Tuhan melihat hati. Dan hati, tak pernah menua. Ketika Samuel diutus untuk mengurapi raja pengganti Saul, ia dibawa ke rumah Isai di Betlehem. Anak-anak lelaki Isai diperlihatkan satu per satu: tinggi, gagah, tampak layak jadi pemimpin. Tapi semuanya ditolak. Karena Allah tak mencari yang menonjol. Ia mencari yang berserah. Yang tersembunyi. Yang hatinya berkenan. Baru setelah semuanya berlalu, barulah Daud dipanggil, anak bungsu yang bahkan tak diundang ke pertemuan itu. Ia sedang menggembalakan kambing domba, pekerjaan yang remeh di mata dunia, tapi ternyata menjadi tempat pembentukan di mata Allah. Maka Tuhan berkata, "Inilah dia." Dan di hadapan semua orang, ia diurapi. Pernyataan "Tuhan melihat hati" bukan hanya kiasan rohani. Dalam tradisi Yahudi, hati — lēb atau lēbāb — bukanlah tempat perasaan belaka, melainkan pusat dari kehidupan batin manusia. Di sanalah kehendak dibentuk, pertimbangan dibuat, dan keputusan diambil. Hati adalah ruang batin di mana manusia menyimpan firman Tuhan, mengenang kebaikan-Nya, dan membuka diri terhadap suara-Nya. Maka ketika Allah melihat hati, Ia sedang menyelami siapa kita dalam keheningan, bukan apa yang kita tampilkan dalam keramaian. Di masa lansia, ketika tubuh melemah dan tugas-tugas pelayanan berkurang, hati justru menjadi medan utama tempat perjumpaan kita dengan Tuhan tetap berlangsung. Di situlah kita tetap dapat tumbuh dalam iman. Memelihara hati berarti menjaga pusat kehidupan agar tetap jernih, tetap lembut, tetap percaya, meski hari-hari dilalui dengan lebih banyak duduk daripada berlari. Amsal 4:23 berkata, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." Ketika hati dijaga, hidup pun tetap mengalir. Ia menjadi sumber damai di tengah kesepian, sumber syukur di tengah ingatan-ingatan yang menyayat, dan sumber pengharapan ketika masa depan terasa makin singkat. Hati yang dijaga membuat seseorang tetap ringan dalam mengampuni, mudah dalam bersyukur, dan dalam dalam mencintai — sekalipun tubuh tak lagi kuat berdiri. Oleh karena itu, nas ini mengajak kita melihat kembali seluruh perjalanan hidup. Berapa banyak yang telah kita lalui: duka dan bahagia, kehilangan dan pengharapan, luka dan pemulihan. Namun dalam semuanya itu, Tuhan tetap memandang hati kita. Ia tidak pernah berhenti memilih kita. Bahkan ketika suara kita mulai lirih dan tangan kita mulai gemetar, pengurapan-Nya tetap mengalir. Daud diurapi bukan karena ia kuat, tapi karena hatinya terbuka. Jangan pernah mengira bahwa hari-hari tua adalah masa pudar. Justru ini masa ketika kasih Tuhan bersinar murni, karena kita tak lagi sibuk membuktikan apa-apa. Kita hanya ada. Dan Tuhan pun hadir. Dalam keheningan rumah, dalam doa yang kita bisikkan di tengah malam, dalam napas panjang yang membawa rindu dan syukur, Tuhan memandang kita. Bukan sebagai mereka yang tak berguna, tetapi sebagai kekasih yang tetap dikasihi. Mungkin kita merasa tak terlihat oleh dunia, tapi itulah saat di mana kita paling jelas dilihat oleh Tuhan. Seperti Daud yang dipanggil dari padang, kita pun dipanggil dari ruang sepi: "Urapilah dia, sebab inilah dia." Dan bila hati tetap dijaga, ia akan tetap menjadi ruang kudus di mana Tuhan akan tinggal. Dan kepada Ibu dan Bapak yang kini duduk di ruang tamu kehidupan, dengan rambut yang telah memutih dan tangan yang tak sekuat dulu, Tuhan menyapa: "Engkau belum selesai. Aku masih mengurapimu." Ia tidak menuntut apa-apa lagi darimu, selain membuka hatimu untuk tetap menjadi bejana Roh-Nya. Kehadiranmu, bahkan dalam diam, adalah pengingat bagi kami yang lebih muda bahwa hidup ini bukan soal kekuatan, tapi soal kesetiaan. Maka berjalanlah terus — pelan tidak apa-apa — asal bersama Tuhan. Sebab yang Dia lihat bukan langkahmu, tapi hatimu yang terus menoleh kepada-Nya. (Khotbah dalam Ibadah Lansia GKPI Air Bersih)
📤 Bagikan via WhatsApp ← Kembali ke Daftar Khotbah