Logo GKPI

Berjalan Kembali dalam Kerendahan Hati

Nas: Filipi 2:3-4 | Ibadah Lainnya
🗓️ Tanggal: 20 Oct 2025
👤 Penulis: Pdt. Dr. Irvan Hutasoit

Sinode Am Periode GKPI XXIV telah berlalu. Hiruk-pikuk persidangan, suara debat, dan gemuruh keputusan kini berganti dengan kesunyian pelayanan di tempat masing-masing. Kita kembali ke altar, ke jemaat, ke ruang-ruang pengabdian yang mungkin sederhana, tetapi di situlah Tuhan kembali menunggu kita bekerja. Sinode adalah pesta gerejawi, tetapi pesta itu kini telah usai. Kini, tibalah saatnya kita kembali menata langkah di jalan pelayanan yang nyata — jalan yang sering sunyi, tetapi penuh makna. Saya mohon maaf bila baru hari ini menyapa. Seusai sidang yang melelahkan dari Sabtu hingga Minggu subuh, saya memilih diam di kamar hotel, merenungkan setiap proses yang telah terjadi. Di tengah kelelahan itu, saya berdoa agar setiap calon — entah yang memperoleh suara terbanyak maupun yang memperoleh suara lebih sedikit — tidak melihat angka sebagai statistik belaka. Sebab di balik angka, tersimpan pesan: bahwa setiap suara adalah tanda iman dan harapan dari mereka yang rindu melihat GKPI melangkah lebih baik. Saya bersyukur atas 35 suara pada tahap penjaringan dan 72 suara pada tahap pertama. Angka itu mungkin tidak besar, tetapi bagi saya, itu bukanlah angka politik. Itu adalah isyarat kepercayaan dari mereka yang melihat ide dan gagasan pelayanan yang saya bawa sebagai bagian dari masa depan gereja. Yang lebih menyentuh, banyak di antara mereka tidak saya kenal secara langsung. Saya tidak memiliki kekuatan untuk mengumpulkan massa, tidak sempat mengatur pertemuan besar. Karena itu, setiap suara yang datang saya pandang sebagai buah dari iman dan harapan yang tulus, bukan transaksi dukungan. Di situlah saya melihat wajah Tuhan — yang bekerja diam-diam di balik proses manusia. Sebelum berangkat ke sinode, Majelis Jemaat GKPI Air Bersih mengadakan pemberangkatan yang sederhana, tanpa publikasi. Kami sepakat: biarlah sakralitas sinode tetap murni, tidak terseret dalam pusaran pencitraan. Dalam pertemuan itu, saya hanya menitip tiga hal: jika menang, jangan tinggi hati; jika kalah, jangan rendah diri; dan apa pun hasilnya, terimalah dengan lapang hati. Ketiga hal ini menjadi cermin kebebasan sejati seorang pelayan Kristus — bebas dari genggaman ambisi, bebas dari luka harga diri, dan bebas untuk tetap melayani. Kini kita semua telah kembali ke medan pelayanan. Masa lima tahun ke depan, 2025–2030, bukanlah waktu yang panjang. Ia hanya sebentar, tetapi dapat menjadi berarti bila kita memanfaatkannya dengan hati yang satu. Sudah saatnya kita menanggalkan identitas “pendukung” dan “kelompok,” sebab di hadapan Kristus, kita semua adalah pelayan-Nya. Tidak ada lagi “yang menang” dan “yang kalah”, melainkan saudara-saudara sepelayanan yang sedang berjalan di jalan yang sama — jalan kasih dan pengabdian. Bagi yang menang, tugasnya bukan untuk meninggi, melainkan untuk merendah dan melayani lebih sungguh. Bagi yang kalah, tugasnya bukan untuk mundur, melainkan untuk berjalan lagi dengan hati yang dipulihkan. Dan bagi yang kecewa, kiranya hati itu diberi damai agar kita bisa melihat melampaui hasil, menuju tujuan yang lebih besar: pelaksanaan misi Kristus di GKPI. Mari kita kembali berjalan bersama, menatap arah yang sama, dengan semangat Filipi 2:3–4. Tidak mencari kepentingan diri, tidak berlomba dalam kebesaran, tetapi berlomba dalam kasih. Tidak memperhatikan siapa yang pertama, tetapi memastikan tidak ada yang tertinggal di belakang. Biarlah kasih Kristus menjadi jubah baru kita setelah sinode. Biarlah kerendahan hati menjadi bahasa baru kita dalam pelayanan. Dan biarlah semangat bersama menjadi nyanyian kita dalam menapaki perjalanan gereja lima tahun ke depan. Sebab di hadapan Tuhan, bukan suara terbanyak yang menentukan makna hidup kita, melainkan kesediaan untuk tetap melayani dengan hati yang bersih dan rendah. Tuhan memberkati kita semua.
📤 Bagikan via WhatsApp ← Kembali ke Daftar Khotbah