Ketika Dunia Memuja Kuasa, Allah Mencari Kesetiaan
    Nas: 1 Timotius 6:11-16 | Ibadah Sektor
    🗓️ Tanggal: 07 Oct 2025
    👤 Penulis: Pdt. Dr. Irvan Hutasoit
    
    
      Di zaman ini, banyak orang mengejar kesuksesan dengan segala cara. Nilai sering diukur dari jabatan, pengaruh, atau jumlah harta yang dimiliki. Bahkan dalam kehidupan rohani, tidak sedikit yang terjebak pada pencitraan spiritual — menampilkan kesalehan lahiriah tanpa kedalaman batin yang sejati. Dunia modern telah menciptakan ilusi bahwa kuasa dan kepemilikan adalah tanda berkat Tuhan, padahal Alkitab mengingatkan bahwa kekayaan tanpa kesalehan dapat menjadi jerat yang menyesatkan. Dalam konteks seperti inilah, pesan Paulus kepada Timotius dalam 1 Timotius 6:11–16 berbicara dengan kekuatan yang relevan: “Engkau, hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu.”
Paulus mengingatkan bahwa menjadi manusia Allah berarti hidup dengan orientasi berbeda dari dunia. Iman tidak diukur dari apa yang tampak di luar, tetapi dari siapa yang berkuasa di dalam hati. Dunia menuntun orang untuk mengejar kepuasan diri, tetapi Allah memanggil umat-Nya untuk mengejar keadilan, kesetiaan, dan kasih. Panggilan ini menuntut keberanian untuk menolak nilai-nilai palsu dan memelihara integritas rohani. Seorang “manusia Allah” tidak hidup menurut arus, melainkan menjadi saksi kebenaran di tengah arus yang bergelora. Hidupnya mencerminkan keteduhan kasih, kelemahlembutan, dan kesabaran — bukan sebagai kelemahan, tetapi sebagai kekuatan yang lahir dari penguasaan diri dalam Roh.
Lebih jauh, Paulus menegaskan bahwa iman bukan keadaan diam, melainkan pertandingan rohani yang menuntut ketekunan. “Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar,” tulisnya, “dan rebutlah hidup yang kekal.” Perjalanan iman selalu mengandung pergumulan — melawan godaan kompromi, keputusasaan, dan kebanggaan diri. Namun setiap perjuangan iman memiliki arah: menuju hidup kekal yang dijanjikan Kristus. Dalam pertandingan itu, ketaatan menjadi bentuk kasih yang paling murni. Ia bukan beban, tetapi kesediaan untuk berjalan setia di hadapan Allah hingga akhir. Sebab Kristus yang kita nantikan bukan sekadar teladan moral, tetapi Raja di atas segala raja, sumber terang yang tak terhampiri.
Maka, di tengah dunia yang menuntut kecepatan dan pencapaian, orang percaya dipanggil untuk berjalan perlahan namun pasti — memelihara iman dengan kesetiaan. Panggilan menjadi “manusia Allah” bukan sekadar identitas rohani, melainkan cara hidup yang menyala dalam kasih dan ketaatan. Hidup yang demikian mungkin tampak sederhana, tetapi di mata Allah, itulah kemuliaan sejati. Sebab hanya dalam terang Kristus, manusia menemukan arti terdalam dari hidup: bukan untuk menjadi terkenal, tetapi untuk tetap setia sampai akhir.    
    
  📤 Bagikan via WhatsApp
    ← Kembali ke Daftar Khotbah