Logo GKPI

Pernikahan Bukan Berdua, Tetapi Bertiga!

Nas: Matius 19:6 | Ibadah Lainnya
🗓️ Tanggal: 29 Sep 2025
👤 Penulis: Pdt. Dr. Irvan Hutasoit

Pernikahan sering dipandang orang sebagai urusan pribadi atau sekadar kontrak sosial yang bisa diubah bila keadaan tidak sesuai harapan. Kita hidup di zaman serba instan, di mana janji sering dilupakan dan komitmen dianggap sementara. Namun, Firman Tuhan dalam Matius 19:6 mengingatkan bahwa pernikahan bukanlah sekadar kesepakatan antara dua orang, melainkan perjanjian kudus yang dipersatukan oleh Allah sendiri. Yesus berkata, “Mereka bukan lagi dua, melainkan satu.” Kata-kata ini menegaskan bahwa pernikahan bukan hanya soal hidup bersama di bawah satu atap, melainkan penyatuan hidup secara utuh: tubuh, jiwa, dan roh. Dua pribadi yang berbeda dipersatukan Allah dalam kasih sehingga perjalanan hidup mereka menjadi satu jalan yang tak terpisahkan. Seperti dua aliran sungai yang bertemu dan menjadi satu arus baru, demikianlah suami-istri tidak lagi berjalan sendiri-sendiri, tetapi menyatu dalam perjanjian kasih yang dikehendaki Allah. Namun, pernikahan Kristen lebih dari sekadar hubungan dua pribadi. Maleakhi 2:14 menyebut pasangan hidup sebagai “isteri seperjanjianmu.” Itu berarti pernikahan selalu melibatkan tiga pihak: suami, isteri, dan Allah. Allah hadir bukan hanya sebagai saksi, melainkan juga sebagai pengikat dan penopang. Dengan kata lain, pernikahan bukan hanya berdua, melainkan bertiga. Ikatan kasih suami-istri menemukan kekuatannya justru karena Allah ada di dalamnya. Tanpa Allah, pernikahan akan mudah rapuh; dengan Allah, pernikahan memperoleh kekuatan yang kudus dan kekal. Kesetiaan ini tidak berarti perjalanan pernikahan akan selalu mulus. Ada badai, ada luka, dan ada tantangan. Tetapi di tengah itulah pasangan dipanggil untuk mencerminkan kasih Allah. Kristus setia kepada jemaat-Nya sampai akhir, dan itu menjadi teladan bagi suami-istri untuk saling mengasihi, saling mengampuni, dan tetap bertahan dalam perjanjian kasih. Kesetiaan dalam pernikahan bukan sekadar pilihan, tetapi panggilan untuk menghadirkan kasih Allah di tengah keluarga dan dunia. Karena itu, pernikahan Kristen harus dilihat bukan hanya sebagai ikatan lahiriah, melainkan sebagai perjalanan rohani yang sakral. Allah sendiri yang mempersatukan, maka manusia tidak boleh meremehkannya. Setiap janji yang diucapkan pada hari pernikahan adalah janji yang digenggam di hadapan Allah, yang harus dijaga dengan kesetiaan seumur hidup. Inilah panggilan kita: menjadikan pernikahan bukan sekadar hidup bersama, melainkan kesaksian tentang Allah yang setia dan penuh kasih—perjanjian kudus antara suami, isteri, dan Allah. (Khotbah Ibadah Ikat Janji di GKPI Air Bersih, 29 September 2025)
📤 Bagikan via WhatsApp ← Kembali ke Daftar Khotbah