Logo GKPI

Spiritualitas Circularis

Nas: Yeremia 18:1-11 | Ibadah Minggu
🗓️ Tanggal: 07 Sep 2025
👤 Penulis: Pdt. Dr. Irvan Hutasoit

Hidup manusia adalah sebuah perjalanan yang tidak pernah berdiri sendiri. Kita selalu berada dalam lingkaran kasih Allah. Dalam bahasa Latin, hal ini disebut Spiritualitas circularis — sebuah spiritualitas yang bergerak dalam putaran: berasal dari Allah, hidup di hadapan Allah, lalu kembali kepada Allah. Putaran ini menunjukkan bahwa hidup kita tidak pernah terlepas dari Sang Pencipta yang membentuk dan memelihara kita. Yeremia melukiskan Allah sebagai tukang periuk yang sedang membentuk tanah liat. Dalam tangan-Nya, manusia tidak pernah selesai dibentuk hanya sekali. Selalu ada proses berulang yang berlangsung. Tanah liat yang belum dibakar masih bisa dipulihkan, dibenahi, dan disempurnakan kembali. Demikian pula hidup manusia: rapuh, lentur, namun selalu terbuka untuk disentuh dan dibentuk ulang oleh kasih Allah. Hidup kita pada akhirnya adalah Corpus ad gloriam Dei — tubuh yang dipanggil untuk menjadi kemuliaan bagi Tuhan. Tubuh bukan sekadar wadah rapuh, melainkan cermin tempat orang lain melihat pantulan kasih Allah. Karena itu, ada panggilan untuk memperbaiki sikap, perkataan, dan perbuatan, supaya melalui hidup sehari-hari, nama Tuhan dimuliakan. Namun manusia juga adalah Homo conversus — manusia yang senantiasa dipanggil untuk kembali kepada Allah. Jalan hidup kita seringkali menyimpang, bahkan jauh dari kehendak-Nya. Tetapi rahmat Allah selalu menanti. Sama seperti roda periuk yang terus berputar, demikianlah kasih Allah terus mengelilingi hidup manusia, menanti saat kita kembali, agar Ia membentuk ulang perjalanan kita sesuai dengan maksud-Nya. Lingkaran kasih ini tidak pernah berhenti. Dari Allah kita datang, dan kepada Allah kita kembali. Di antara awal dan akhir itu, ada pergumulan, ada pencarian, bahkan ada jatuh bangun. Namun dalam setiap kejatuhan, tangan Allah tidak pernah meninggalkan. Ia selalu hadir, menopang, memperbaiki, dan membentuk ulang kehidupan kita. Karena itu, pertanyaan yang perlu kita renungkan: apakah hidup kita telah mencerminkan Imago Dei — gambaran Allah di dunia? Apakah tubuh kita benar-benar menjadi Corpus ad gloriam Dei — kemuliaan bagi nama-Nya? Dan apakah kita, sebagai Homo conversus, sungguh-sungguh membiarkan Allah membentuk kembali setiap langkah kehidupan kita? Kesimpulannya, hidup adalah lingkaran kasih yang tidak terputus. Dari Allah kita menerima, kepada Allah kita memberi kembali. Dari Allah kita dibentuk, kepada Allah kita menyerahkan diri untuk dibentuk ulang. Dalam Spiritualitas circularis ini, kita belajar bahwa kegagalan bukanlah titik akhir, melainkan pintu menuju kemungkinan baru. Hidup yang rapuh akan selalu menjadi indah, selama berada dalam tangan Allah yang setia membentuknya kembali. (Disampaikan dalam Ibadah Minggu Pagi dan Siang di GKPI Air Bersih)
📤 Bagikan via WhatsApp ← Kembali ke Daftar Khotbah