Menjadi Manusia Baru di Dalam Kristus
    Nas: Kolose 3:5â11 | Ibadah Minggu
    đď¸ Tanggal: 03 Aug 2025
    đ¤ Penulis: Pdt. Dr. Irvan Hutasoit
    
    
      Apakah mungkin manusia berubah? Apakah mungkin seseorang yang dulu hidup dalam kebiasaan lamaâpenuh amarah, hawa nafsu, kebencian, dan kebohonganâbisa sungguh-sungguh hidup baru? Apakah iman kepada Kristus sanggup membentuk ulang keberadaan manusia, bukan sekadar kelakuannya, tapi sampai ke dasar identitas terdalamnya? Pertanyaan-pertanyaan ini bukan hanya milik para teolog atau filsuf, tetapi juga milik kitaâpara ayah yang bergumul dengan kesabaran, para ibu yang lelah dengan luka masa lalu, para remaja yang mencari jati diri, dan para lansia yang bertanya: "Apa makna hidupku kini?"
Paulus dalam Kolose 3:5â11 mengajak kita untuk menguburkan manusia lama dan mengenakan manusia baru. Tapi perintah ini bukan sekadar etika moral, apalagi tuntutan religius yang kering. Ia lahir dari keyakinan mendalam bahwa hidup kita tersembunyi bersama Kristus di dalam Allah (Kol. 3:3). Dalam kata lain: keberadaan manusia ditentukan oleh keberadaan Allahâsebuah gagasan mendalam dari Dietrich Bonhoeffer. Kita tidak bisa mengerti siapa diri kita tanpa lebih dahulu bertanya: siapa Allah itu, dan apa yang sedang Ia lakukan dalam Kristus?
Ketika Paulus berkata: "Matikanlah...," itu bukan sekadar ajakan menahan diri, melainkan sebuah panggilan untuk mengalami kematian eksistensialâmeninggalkan cara hidup lama yang berpusat pada diri sendiri. Daftar dosa yang disebut Paulusâpercabulan, hawa nafsu, keserakahan, amarah, fitnah, dustaâbukan sekadar perilaku buruk, tetapi gambaran manusia yang menempatkan dirinya sebagai pusat semesta. Ia hidup tanpa menyadari bahwa keberadaannya sepenuhnya tergantung pada kasih dan kehendak Allah. Inilah akar dari kehancuran relasi dan tatanan sosial kita.
Kata "tetapi" dalam ayat 8 menjadi titik balik yang tajam. Dalam bahasa Yunani, kata ini bukan hanya penanda gramatikal, tetapi retakan dalam dunia lamaâtanda bahwa sesuatu yang baru telah menyusup masuk. Tetapi sekarang, buanglah semuanya itu! Ini bukan sekadar pergantian etika, tetapi penolakan terhadap pola hidup lama yang tak lagi selaras dengan realitas baru di dalam Kristus. Di sinilah kita menemukan keindahan Injil: yang lama tidak dirombak, tetapi disalibkan. Yang baru bukan tempelan moral, tetapi kelahiran baru.
Menjadi manusia baru bukanlah upaya dari bawah, tetapi anugerah dari atas. Paulus tidak berkata: "Jadilah lebih baik," melainkan "Kenakanlah manusia baru yang terus-menerus diperbaharui." Ini adalah prosesâbukan satu kali jadi, tetapi transformasi terus-menerus seiring kita mengenal Sang Pencipta. Dalam kerangka teologi Kolose, pengenalan akan Kristus adalah jalan menuju keutuhan diri. Hanya dalam Kristus, segala tembok sosial, budaya, dan identitas lama runtuh: tidak ada lagi Yunani atau Yahudi, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu.
Di sinilah studi kritis tentang manusia baru menemukan sinarnya: istilah neon anthrĹpon dalam bahasa Yunani, kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan manusia baru, menunjuk bukan pada individu yang diperbaiki, tetapi pada ciptaan baru yang hidup di dalam relasi dengan Allah. Manusia baru bukanlah proyek pribadi, tetapi realitas komunal dalam tubuh Kristus. Ia tidak hanya mencakup perubahan hati, tetapi juga cara kita melihat orang lain. Tidak ada lagi ruang bagi superioritas, diskriminasi, atau kebencian tersembunyi.
Maka mari kita kembali ke pertanyaan awal: mungkinkah manusia berubah? Dalam Kristus, jawabannya adalah: ya. Karena Allah tidak hanya memberi kita perintah, tetapi juga hidup-Nya sendiri. Kita tidak berjalan sendirian. Kita bukan hanya dipanggil untuk berubah, tetapi dibentuk dari dalam oleh Dia yang telah bangkit dan hidup dalam kita.
Mari kita mengenakan manusia baruâdengan kesadaran bahwa keberadaan kita tidak berasal dari apa yang kita capai atau gagal lakukan, tetapi dari siapa Allah itu, dan apa yang telah Ia perbuat dalam Kristus. Maka dari itu, jadilah manusia baru, bukan karena kita kuat, tetapi karena Allah telah memutuskan untuk menjadikan kita baru di dalam Dia.    
    
  đ¤ Bagikan via WhatsApp
    â Kembali ke Daftar Khotbah