Logo GKPI

Disentuh dan Bangkit untuk Melayani

Nas: Matius 8:14–15 | Ibadah Kategorial
🗓️ Tanggal: 31 Jul 2025
👤 Penulis: Pdt. Irvan Hutasoit

Dalam rumah yang tenang itu, di Kapernaum, Yesus melangkah masuk. Ia tidak datang dengan pengumuman besar, tidak membawa pasukan atau panji kemenangan. Ia masuk ke rumah Petrus dan menemukan ibu mertua Petrus sedang terbaring demam. Sebuah gambaran sederhana, namun sarat makna. Tidak ada pelayan yang mengusir-Nya, tidak ada ritual yang mendahului kehadiran-Nya. Ia hanya datang dan menyentuh tangan perempuan itu, dan seketika ia sembuh, lalu bangun dan melayani mereka. Teks ini tampak singkat dan mungkin mudah dilewati. Namun dalam kisah kecil ini, tersembunyi kekuatan Injil yang agung—Injil yang tidak hanya hadir di tengah keramaian dan mujizat besar, tetapi juga dalam rumah dan tubuh yang lemah, dalam sakit yang sunyi, dan dalam pemulihan yang diam-diam. Yesus tidak hanya menyembuhkan; Ia memulihkan harkat dan peran. Ibu mertua Petrus tidak hanya sembuh dari demam, tetapi juga dipulihkan untuk kembali melayani. Inilah ciri khas karya kasih Allah: bukan hanya mengangkat dari penderitaan, tetapi mengembalikan kehidupan pada makna dan panggilan sejatinya. Martin Luther dalam Hauspostille—renungan rumahannya—pernah berkata, “Kristus tidak hanya menyembuhkan tubuh, tetapi Ia juga mengajarkan bahwa hidup yang dipulihkan adalah hidup yang dipersembahkan kembali dalam pelayanan kepada sesama.” Bagi Luther, pelayanan bukan sekadar aktivitas luar, melainkan buah dari iman yang sejati. Iman tidak pernah diam. Ia bekerja melalui kasih. Maka, ibu mertua Petrus yang langsung bangun dan melayani adalah gambaran konkret dari iman yang hidup—iman yang disentuh oleh kasih Allah dan lalu mengalir kembali dalam bentuk kasih kepada orang lain. Perspektif Lutheran melihat perjumpaan dengan Kristus sebagai momen anugerah. Segala sesuatu berasal dari anugerah: kesembuhan, pemulihan, bahkan kemampuan untuk melayani. Bukan karena jasa atau upaya kita, tetapi karena belas kasihan Allah semata. Oleh sebab itu, ketika ibu mertua Petrus melayani, ia tidak melakukannya untuk membayar kembali Yesus, tetapi karena ia telah terlebih dahulu mengalami anugerah yang membebaskan. Renungan ini menantang kita, khususnya para perempuan dalam kehidupan gereja dan keluarga. Ketika dunia sering memandang pelayanan sebagai beban atau kewajiban sosial, Injil menampilkan pelayanan sebagai respons kasih yang bebas. Pelayanan bukanlah tempat untuk membuktikan nilai diri, tetapi ruang untuk menyatakan bahwa kita telah dipulihkan. Di tengah kehidupan yang penuh luka, letih, dan seringkali tak dihargai, Tuhan datang dan menyentuh tangan kita. Ia tidak hanya menyembuhkan, tetapi juga memulihkan martabat kita. Ia menjadikan tangan yang dulu lemah, menjadi tangan yang melayani dengan kasih. Yesus masuk ke rumah, dan dari ruang domestik itu, Injil menjadi nyata. Tidak selalu di bait suci, tidak selalu dalam pertemuan besar, melainkan dalam rumah, dalam tempat kita sehari-hari berada. Di situlah Kristus hadir. Dan di sanalah, pelayanan yang sejati dimulai.
📤 Bagikan via WhatsApp ← Kembali ke Daftar Khotbah